“Jangan pake baju hitam ya? gerah,” tukas Hes, pagi-pagi sembari saya siap-siap mau berangkat kantor.
“Ah, ga pa pa,” kata saya. “Toh lagi musim hujan.”
Memang hari itu kemudian panas, dalam arti tidak hujan. Istilah tepatnya, mungkin, adalah terang eh cerah.
Tapi, saya rasakan, hari itu dingin. Di kantor AC sedang asyik benar menghembuskan udara dingin. Seakan-akan mau membuat simulasi musim dingin.
Tapi bukan berarti di luar panas. Terang eh cerahnya hari memang menimbulkan nylekit-nylekit pada kulit akibat sengatan matahari, tapi tak salah lagi angin yang bertiup adalah dingin.
Teorinya begini: angin dingin menghembus ke unit-unit AC yang ada di luar gedung (biar bagaimanapun, yang namanya AC Central juga memiliki unit luar lho! Cuma bedanya unit luar alias Condensor ini tersentralisasi). Angin panas yang dibuang di luar itu kemudian kena angin dingin _brrrr_ dan walhasil lebih dahsyat lah efek pendinginan yang terjadi.
Saya benar-benar bersyukur untuk cuaca Jakarta yang dingin tapi cerah ini. Diam-diam berpura-pura seperti di suatu negeri sub-tropis yang seringkali cuacanya memang begini: cerah tapi dingin.
Petite pluie abat grand vent.
Bagaimana kalau besok memakai kemeja batik bali itu? Cocok tidak dengan suasana cerah tapi dingin? 😆
saya kangen dingin yang tanpa ac, seperti puncak.
:))
jakarta bukannya panas…